08 September 2015

Review: The Transporter Refueled (2015)


Tentu saja kita akan bertanya ketika muncul kabar bahwa sebuah film akan di lakukan remake atau di reboot, karena dua hal tadi bukan sebuah pekerjaan yang mudah, apalagi jika film aslinya sudah punya pesona yang kuat, dan pertanyaan tadi pasti juga di terima oleh The Transporter Refueled. Sebenarnya menghidupkan kembali The Transporter bukan sebuah ide yang buruk, tapi pertanyaan lain yang mungkin akan membuat kamu menaruh rasa ragu adalah bukan pada apa lagi yang akan atau hendak Luc Besson tampilkan disini namun bagaimana film ini kembali dari tidurnya tanpa salah satu kekuatan utamanya: Jason Statham. Well done Audi!

Frank Martin (Ed Skrein) merupakan seorang supir mobil dengan tugas yang tidak biasa, menyandang panggilan “transporter” ia bertugas mengantarkan “paket” baik itu legal maupun illegal. Suatu ketika ia mendapat tugas untuk mengambil sebuah “paket”, namun setelah mendapati paket tersebut diluar kesepakatan Frank menolak dan mengancam untuk tidak melakukan tugasnya, yang sayangnya menemukan jalan buntu. Frank telah terjebak didalam permainan licik wanita bernama Anna (Loan Chabanol) yang ingin melakukan balas dendam pada sebuah kelompok asal Rusia. 



Sebenarnya sinopsis diatas tadi masih punya liku-liku lainnya, tapi untuk menjaga kesan menarik dari premis mari kita berhenti sampai disana. Benar, untuk menjaga daya tarik kamu pada film ini hanya itu upaya yang bisa saya lakukan di review ini karena setelah kalimat ini yang akan kamu temukan adalah limpahan rasa kesal saya pada Luc Besson yang secara resmi telah merusak image The Transporter yang selama ini saya kenal. Dan maaf karena ini mungkin review kali ini punya potensi “mengganggu” karena ia tidak membuat saya tertarik untuk menjaga agar ia terasa sedikit implisit. The Transporter itu sosok yang dingin, misterius, dan walapun selalu dekat dengan masalah yang disebabkan paket terbaru yang harus ia antarkan disisi lain ia juga selalu mampu membuat kamu yakin bahwa ia merupakan sosok tangguh yang akan menghancurkan semua rintangan. Lalu bagaimana dengan film ini?



Kebalikannya, seperti menyaksikan pelawak yang salah casting menjadi The Transporter. Dari sisi cerita pola masih sama, ciri khas Luc Besson ada liku-liku di dalam skenario yang perlahan mulai tampak berbelit-belit yang dikemas oleh Camille Delamarre dengan gerak cepat, tapi jika Jason Statham mampu menggunakan itu untuk membuat dua dari tiga The Transporter sebagai action thriller yang bukan hanya memompa adrenalin tapi juga memaku penonton dengan pesona, maka yang dilakukan Ed Skrein disini menjadikan The Transporter sebagai boneka yang annoying tanpa pesona. Tapi menariknya ketika berakhir saya seperti tidak rela juga sepenuhnya menyalahkan kegagalan film ini menghibur akibat performa Ed Skrein karena di elemen lainnya The Transporter Refueled juga sama jeleknya, dari cerita, karakterisasi, permainan masalah, hingga eksekusi sutradara, semuanya terasa tipis.



The Transporter Refueled seperti sekelompok orang yang sadar bahwa apa yang akan mereka tampilkan sangat lemah dan sepanjang kesempatan yang ada mereka lebih berusaha menutup kelemahan tersebut ketimbang mengeluarkan sisi positif dari materi yang ia punya. Cerita seperti saling sambung dengan ceroboh, sulit untuk menemukan irama yang pas, skenario tampak malas dan hopeless sehingga tidak heran ketika sudah tampil berbelit-belit dengan arah yang kacau ada kesan dipaksa ketika ia berakhir. Hal yang sama juga ada di dialog, terasa canggung dan banyak yang terasa seperti membaca sehingga hasilnya energy dari karakter nol dan tidak ada karakter yang menarik. Aneh bukan, karena judulnya sendiri Refueled tapi film ini sering seperti kehabisan energy, dan itu semakin lengkap karena eksekusi Camille Delamarre juga sering terasa terburu-buru.



Bagaimana dengan elemen utama yang jadi jualan utama The Transporter? Action?  Aksi kejar tidak banyak menolong, cara gambar ditangkap kerap muram dan editing yang kaku melengkapi minus bagian ini, sama canggungnya dengan adegan perkelahian yang seperti menyaksikan para aktor sedang latihan bela diri, sering terasa tidak dinamis dan intens. Tapi dibalik semua kelemahan tadi hal paling menjengkelkan dari The Transporter Refueled adalah sejak awal hingga akhir ia tidak memberikan semangat yang menarik. Apakah Luc Besson kehabisan ide disini karena The Transporter Refueled seperti kemasan yang seadanya, irama dengan momentum yang kasar, pesona yang tidak kuat dalam menopang cerita yang tipis, hal-hal menarik dari The Transporter hilang tanpa bekas disini, seperti menyaksikan Jason Statham grade D yang kelabakan menjalankan tugasnya.



Penonton tidak menuntut sebuah terobosan yang benar-benar baru dari segi cerita maupun karakter, kita tahu bagaimana The Transporter bermain dan mengapa tidak mencoba menghidupkan itu kembali dengan tampilan yang lebih segar, tidak peduli jika harus menggunakan formula yang sama. The Transporter Refueled gagal menghidupkan kembali pesona dan kenikmatan yang diberikan tiga pendahulunya, ia jatuh menjadi sebuah hiburan yang menjemukan, karakter dan cerita yang tipis, action sequence yang ceroboh dan lesu, petulangan gerak cepat miskin energi dan pesona. Once again, well done Audi!








0 komentar :

Post a Comment