30 June 2016

Review: The Lobster (2015)


"How much do you love her, on a scale of 1 to 15?"

Tentu saja kamu akan menemukan berbagai jawaban yang beragam ketika menanyakan apa arti dari cinta pada setiap orang yang kamu temui. Hal tersebut lahir dari konsep terhadap cinta yang tidak sama pada setiap manusia, ada mereka yang percaya menikah itu karena sudah saling mencintai, ada mereka yang percaya saling mencintai itu karena sudah menikah, dan lain sebagainya. Konsep tentang cinta itu yang coba digambarkan oleh The Lobster dengan menggunakan sebuah visi yang aneh bahkan mungkin gila: bagaimana jika suatu saat nanti orang dewasa diwajibkan tidak melajang, harus menemukan pasangan mereka dalam kurun waktu 45 hari, bagi mereka yang gagal dan masih melajang akan berubah menjadi binatang. Sounds crazy? Yeah, it’s a crazy play about life and love.

Di masa depan orang dewasa hanya diperbolehkan melajang selama 45 hari, harus menemukan pasangan hidup yang cocok jika tidak ingin berubah menjadi binatang. David (Colin Farrell), arsitek yang ditinggalkan oleh istrinya dipaksa masuk kedalam sebuah “hotel” penuh aturan aneh dan unik untuk menemukan pasangan. Di sana David mencoba berteman dengan rekan barunya (John C. Reilly dan Ben Whishaw) serta seorang Heartless Woman (Angeliki Papoulia). Suatu ketika David melarikan diri ke hutan dimana ia menemukan dan kemudian bergabung dengan the Loners. Di bawah pimpinan Loner Leader (Léa Seydoux) anggota the Loners tidak diijinkan untuk menjalin hubungan asmara dengan anggota the Loners lainnya. Masalah muncul karena di the Loners David menemukan sosok yang ia anggap sempurna baginya, Short Sighted Woman (Rachel Weisz). 



Salah satu hal menarik dari menonton film adalah ketika sebuah film dapat membuat kita para penontonnya terkejut dengan sajian yang ia tampilkan. Hal tersebut berhasil dilakukan dengan sangat baik oleh The Lobster, karya berbahasa English dari sutradara asal Yunani Yorgos Lanthimos (Dogtooth). Jika di ‘Dogtooth’ Lanthimos menggunakan keluarga gila yang diisolasi dari lingkungan luar kali ini ia kembali menghadirkan sebuah “penjara” dalam ukuran yang lebih luas namun sama gilanya. Isinya masih berupa sebuah mimpi buruk yang aneh namun lagi-lagi berangkat dari keunikan penuh kesan absurd Lanthimos berhasil meninggalkan sebuah impresi yang kuat ketika filmnya berakhir. Saya suka cara Lanthimos bercerita tentang cinta di ‘The Lobster’, sebuah refleksi terhadap masyarakat modern dengan cara mengeksplorasi kondisi manusia yang diisolasi bersama ekstremitas menganggu, sebuah kisah tentang cinta yang terasa manis walaupun terus menerus bermain dengan balutan black comedy yang aneh.



Ya, "aneh" menjadi kata yang pantas digunakan untuk menggambarkan The Lobster, sesuatu yang memang ingin dicapai sejak awal oleh Lanthimos. The Lobster berhasil menjadi kisah cinta yang tidak biasa karena sejak sinopsis hingga akhir ia memang sengaja mempermainkan karakter dengan menggunakan cinta. Ini adalah comedy drama absurd yang licik, melemparkan karakter dengan karakterisasi yang oke untuk bermain-main dengan kata-kata dan menciptakan kesan robotic tapi di sisi lain kamu dapat merasakan emosi yang terpancar dari setiap ekspresi dan tatapan mata mereka. Dengan premis yang potensial menarik mendapati Lanthimos memilih nada dingin di sepanjang durasi The Lobster, proses mengamati dengan pendekatan naturalistik untuk mempelajari isi hati dari manusia. Meskipun dipenuhi dengan wajah-wajah seolah “kosong” kamu bisa menemukan api dan gairah cinta dari sajian yang asam dan lucu ini dengan mudah di dalam kisah penuh liku-liku tak terduga ini. 



Benar, itu salah satu hal menarik dari The Lobster, kejutan, sehingga walaupun kamu seperti terhipnotis bersama kisah yang aneh dan absurd kamu tidak pernah tenggelam terlalu dalam dan merasa monoton. Skenario yang ditulis Lanthimos bersama Efthymis Filippou memiliki bangunan setup yang oke untuk menghadirkan berbagai kejutan tadi, dari menemukan pasangan sebelum 45 hari namun dilarang melakukan aksi romantic hingga berbagai hewan yang berkeliaran di hutan sebagai perwujudan sebuah kegagalan, selalu muncul kejutan tanpa menimbulkan "kehebohan" di kisah yang mencoba membedah konsep tentang cinta ini. Narasi ambigu dan setup serta humor yang absurd, dari sana The Lobster berbicara tentang cinta lebih baik dari film-film romance standar pada umumnya, sebuah misteri dari perasaan manusia yang tidak dapat didefinisikan dan dikendalikan dengan mudah. 



Kinerja akting para cast juga jadi kunci penting dari kesuksesan ‘The Lobster’ menjadi comedy drama tentang cinta yang absurd dan menarik. Colin Farrell adalah bintang utamanya, cara ia menampilkan karakter David sebagai sosok yang “suam-suam kuku” terasa kuat, pria yang diam-diam ternyata putus asa dibalik tatapan mata yang sendu dan sayu. Aktor dan aktris lain selain Colin Farrell berada di level yang sama,dari Ben Whishaw, Ashley Jensen, John C. Riley, Olivia Colman, Angeliki Papoulia, Ariane Labed, Jessica Barden, dan Léa Seydoux mereka berhasil tampil komikal dengan cara yang “unik.” Rachel Weisz berada sedikit di bawah Farrell, tampil sebagai narrator Weisz juga berhasil menampilkan inti emosi yang kuat. Kelemahan film ini hanya satu, sepertiga bagian akhir terasa sedikit goyah meskipun tidak bersifat merusak berkat kemunculan ending yang terbuka namun manis itu.



‘The Lobster’ merupakan sebuah komedi tragedi yang ingin berbicara banyak hal tentang cinta, hal yang berhasil Yorgos Lanthimos capai dengan manis. Mengeksplorasi arti cinta dan persahabatan dengan menggunakan obsesi, heart, kontrol, hingga hirarki dengan pendekatan yang aneh dan absurd, dibentuk dengan rapi dan terkendali, The Lobster merupakan sebuah kisah thought-provoking tentang hubungan sosial yang tampak sederhana namun tidak sepenuhnya sederhana, sebuah romantic comedy yang melemparkan banyak potongan menarik yang kemudian akan penonton susun menjadi sebuah pelajaran tentang menjadi manusia yang nikmat dan menetap lama di dalam pikiran mereka. It’s a crazy play about life and love. Segmented.











Cowritten with rorypnm

0 komentar :

Post a Comment