18 March 2016

Review: The Brothers Grimsby [2016]


"One secret agent, one complete idiot."

Dari menjadi Ali G seorang pemimpin wannabe gangsters, lalu menjadi reporter asal Kazakhstan di Borat (yang memberinya nominasi screenplay Oscars), lalu menjadi seorang fashion reporter di Bruno, hingga mengambil inspirasi dari beberapa pemimpin diktator dan kemudian menjadi penguasa negeri ciptaannya sendiri Republic of Wadiya di The Dictator, Sacha Baron Cohen seperti belum lelah untuk kembali menyapa penonton dalam tampilan yang “unik” tentu saja dengan rasa komik yang kental. The Brothers Grimsby kembali mencoba membawa Sacha Baron Cohen lengkap dengan formula andalannya, namun apakah itu berhasil bekerja dengan baik karena konsep The Brothers Grimsby ternyata sedikit berbeda dari film-film Sacha Baron Cohen tadi.

Pria asal Grimsby bernama Nobby (Sacha Baron Cohen) telah berhasil mencapai semua keinginannya di dunia, dari memiliki 11 orang anak hingga seorang wanita tercantik di Utara Inggris, Julie (Rebel Wilson). Hanya satu hal yang masih kurang dari hidup Nobby, ia belum berhasil bertemu dengan saudaranya, Sebastian (Mark Strong). Setelah mereka diadopsi oleh keluarga yang berbeda saat masih kecil dahulu selama 28 tahun Nobby berusaha mencari Sebastian. Suatu ketika usaha tersebut memperoleh hasil, Nobby mendapat informasi keberadaan Sebastian dan bersiap untuk melakukan reuni, namun ada dua masalah yang muncul. Pertama, Nobby mengganggu usaha pembunuhan Rhonda (Penelope Cruz), dan yang kedua adalah Sebastian ternyata membutuhkan saudaranya yang idiot itu untuk dapat tetap hidup. 



Mari langsung ke inti utama bahwa The Brothers Grimsby merupakan film Sacha Baron Cohen terburuk yang pernah saya tonton. Seperti ada sesuatu yang hilang dari The Brothers Grimsby meskipun proses penulisan cerita masih melibatkan Sacha Baron Cohen di dalamnya. Nobby memang dengan cepat berhasil menciptakan “dunia” miliknya yang akan membuat penonton melihatnya bukan sebagai karakter-karakter yang pernah diperankan oleh Sacha Baron Cohen, meskipun masih satu tipe, begitupula dengan kinerja yang diberikan oleh Sacha Baron Cohen yang tidak dapat dikatakan buruk, kesan gila yang sejak awal tentu menjadi hal utama yang penonton cari berhasil ia tampilkan kembali dalam wujud baru. Lalu apa yang salah dari The Brothers Grimsby? Ini terasa terlalu “aman” dan kaku untuk sebuah film dengan Sacha Baron Cohen sebagai pemeran utama!



Sebenarnya tidak mengejutkan karena dari konsep saja The Brothers Grimsby memang terasa sedikit berbeda dari film Cohen sebelumnya. Film-film Sacha Baron Cohen sebelumnya seperti Bruno dan Borat misal mencoba untuk membawa kamu menyaksikan ia bermain-main dengan segala tindakan kurang ajar sambil menyelipkan beberapa komentar satir, sedangkan The Brothers Grimsby lebih seperti Kingsman: The Secret Service versi Sacha Baron Cohen, perpaduan antara action, komedi, spy, dan tentu saja tindakan gila Cohen. Masalah dari film ini berawal dari sana, elemen action dan spy ternyata mencuri fokus sehingga elemen komedi seperti tidak lepas ketika memukul penonton untuk tertawa, dari vagina, lalu Bill Cosby dan Donald Trump, hingga FIFA serta Fast and Furious, tidak semua lelucon menghasilkan hit.



Tidak ada yang salah di formula andalan Cohen di bagian komedi, yang menjadi masalah adalah rumus atau formula tersebut bisa bekerja dengan efektif di materi cerita yang mencoba tampil santai dan standar, bukan materi yang mencoba menciptakan sebuah film action yang punya target untuk tampak sedikit rumit. Hasilnya, kombinasi antara action, spy, dan komedi terasa kurang matang dan kurang lezat. Sesekali Louis Leterrier memang mencoba menggenjot adrenalin cerita dengan visual gerak cepat, tapi ketika telah sedikit naik adrenalin turun kembali ke titik awal. Kombinasi antara kisah spy dan lelucon tidak klik, jangankan melihat tik-tok yang oke seperti Kingsman untuk memegang kendali sepenuhnya seperti Melissa McCarthy di Spy saja Cohen tidak bisa, ia seperti punya kewajiban untuk menyeimbangkan agar Mark Strong tidak tenggelam di belakangnya.



Ya, berikan Cohen kendali utama tanpa diganggu siapapun maka ia siap tampil gila dengan segala outrageousness serta tindakan absurd andalannya, tapi hasilnya akan berbeda ketika ia punya tugas untuk membuat karakter partner tertawa. Masalah The Brothers Grimsby bukan hanya di karakter tapi ia juga kurang berhasil membuat materi “standar” untuk tidak tumpul dan menjengkelkan, dan di sini bukan hanya lelucon tapi juga cerita. The Brothers Grimsby awalnya sebenarnya oke tapi ia terlalu cepat larut ke dalam elemen action, dan hasilnya juga terlalu kental. Louis Leterrier seperti punya tekanan untuk menjaga action dan spy tetap di panggung utama, dan itu kurang tepat karena komedi yang seharusnya berada di sana. Hasilnya, presentasi komedi terasa biasa, dan seperti disebutkan tadi hit mereka tidak kuat.



The Brothers Grimsby sebenarnya bukan film action spy comedy yang pemalas, tapi kombinasi yang kurang pas di antara tiga elemen tadi membuat ia tampak seperti menyajikan petualangan yang malas, ditambah formula Cohen ternyata kurang selaras dengan cara cerita berjalan. Ibarat sedang memerah susu sapi, di Ali G Indahouse, Borat, Bruno, dan The Dictator menyaksikan Sacha Baron Cohen sedang memerah susu saja sudah tampak lucu, tapi di The Brothers Grimsby itu terasa biasa, ketika Cohen mulai meminum susu tersebut dengan tingkah konyol, ia tetap terasa biasa, bahkan ketika ia jatuh dan pura-pura keracunan ia hanya bisa menghasilkan senyuman kecil. Penonton datang menyaksikan film Sacha Baron Cohen tentu bukan untuk tersenyum, tapi tertawa. Segmented. 













Thanks to: rory pinem

0 komentar :

Post a Comment