11 February 2016

Review: 13 Hours: The Secret Soldiers of Benghazi (2016)


"Payback's a bitch and her stripper name's Karma."

Jika mendengar nama Michael Bay maka yang terlintas di pikiran adalah bombastis. Ya, Michael Bay seolah telah menjadi raja dalam urusan menciptakan adegan bombastis di film action, ia mampu menciptakan sesuatu yang lebih besar, lebih gila, dan lebih berani satu level dari apa yang telah kamu anggap sebagai “momen gila” sebelumnya. Gairah tersebut ternyata masih kental di film terbarunya ini, menggunakan sebuah serangan sebagai kerangka untuk kembali bersenang-senang dengan “kekacauan” andalannya. 13 Hours: The Secret Soldiers of Benghazi adalah ketika Michael Bay kembali “mencoba” untuk bercerita, film terbaiknya sejak Transformers.

Jatuhnya Muammar Gaddafi dari kekuasaan menyebabkan kekacauan di Libya pada tahun 2012, penduduk lokal mulai mempersenjatai diri dan mengakibatkan keamanan penduduk asing mulai terancam. Pada 11 September 2012, tentara milisi Libya melakukan penyerbuan ke kedutaan Amerika Serikat di Libya, berusaha membunuh Duta Besar Chris Stevens (Matt Letscher) dan semua orang dari USA yang ada di dalam kedutaan. Prajurit bernama Tyrone "Rone" Woods (James Badge Dale), Kris "Tanto" Paronto (Pablo Schreiber), Mark "Oz" Geist (Max Martini), dan Jack Silva (John Krasinski) ditugaskan untuk melindungi kedutaan USA sembari menunggu bala bantuan dari Amerika tiba di Libya. 



Berdasarkan sebuah peristiwa nyata sebenarnya sudah menjadi modal yang sangat bagus buat film ini, tapi dasar Michael Bay memang keras kepala film ini pada akhirnya hanya menjadi sebatas film action yang ambigu. Mengapa? Karena fokus utama 13 Hours: The Secret Soldiers of Benghazi ternyata tidak berada pada bagaimana pasukan keamanan menjalankan tugas mereka dilengkapi dengan thrill yang candu serta permainan psikologi bersama tekanan, ini lebih terasa seperti arena stunt bagi Michael Bay untuk kembali bermain-main dengan keahliannya, menciptakan film action dengan ledakan di sana-sini. Bukan sesuatu yang salah memang, Michael Bay guys, tapi yang sangat disayangkan adalah karena potensi 13 Hours: The Secret Soldiers of Benghazi kurang berhasil dimanfaatkan dengan baik oleh Michael Bay.



Hal yang paling mengganggu dari 13 Hours: The Secret Soldiers of Benghazi adalah cara Michael Bay mendramatisasi cerita. Memang tidak mengharapkan sentuhan yang ringan namun unsur konspirasi dan pertanyaan yang menyelimuti serangan di Benghazi tidak digunakan dengan oke untuk menampilkan sisi horror dari kejadian nyata tersebut. Tragedi Benghazi di sini tidak lebih baik dari tragedi-tragedi fiktif lain yang menempatkan USA sebagai target, unsur provokasi yang eksis di sinopsis terlebih dengan penolakan terhadap pemerintah secara bertahap tumbuh monoton. Michael Bay dan penulis Chuck Hogan seperti menolak untuk merawat konflik Benghazi itu sendiri, mereka lebih asyik dengan aksi pamer fisik, sikap macho, bermain-main dengan pertempuran bersama lelucon canggung, melodrama dan dialog canggung, dan yang terpenting, terasa berlarut-larut.



Durasi film ini adalah 144 menit, dan sedikit hal menarik yang terjadi di dalamnya. Film yang awalnya dapat menggandeng unsur politik penuh konspirasi perlahan justru menjadikan itu sebagai anak yang terbuang karena Michael Bay ternyata lebih tertarik untuk memuliakan senjata dan ledakan. Total. Yang menarik adalah mengapa hal tersebut terasa mengganggu karena sejak awal Michael Bay telah “menjual” bahwa ini bukan hanya sekedar aksi tembak sana tembak sini. Karakter misalnya, mereka masing-masing punya masalah yang menarik, rasa bingung dan frustasi mereka sebagai tim juga oke, tapi Michael Bay kurang berhasil mempertahankan sisi trauma karakter dan cerita bersama ancaman yang terus eksis sehingga ledakan amarah yang ia hasilkan tidak terasa padat.



Narasi yang tidak pernah terasa padat ketika lepas dari bagian awal menggagalkan 13 Hours: The Secret Soldiers of Benghazi untuk meraih potensinya, karena di sisi lain tidak ada yang salah dengan pendekatan adegan aksi di sini. Sama seperti cast yang dikendalikan dengan oke di sini Michael Bay kembali menunjukkan bahwa ia merupakan pria yang tahu bagaimana menciptakan action yang norak tapi tetap menghibur penonton. Sulit untuk menemukan momen di mana kamera terasa stabil dalam jangka waktu lama, dan slow motion hingga terus bergerak untuk mempertahankan ketegangan cerita, meskipun masih dengan ciri khas seorang Michael Bay kehadiran mereka lebih digunakan untuk membuat kamu bergumam “wow, keren” ketimbang mempertebal sisi “horror” cerita.



Sebagai sebuah action dengan didampingi unsur war dan thriller uniknya 13 Hours: The Secret Soldiers of Benghazi tidak memberikan ketegangan dan pace yang konsisten menarik, meskipun rasa bosan tidak pernah saya rasakan sepanjang durasi yang memang terlalu gemuk untuk materi yang begitu tipis itu. Ya, tipis, jadi tidak heran jika 13 Hours: The Secret Soldiers of Benghazi tidak terasa begitu berbeda dengan mobil-mobil robot itu, karena meskipun mencoba menaruh drama di pusat cerita dan tidak menampilkan rincian mendalam tentang tragedi di Benghazi di sini Michael Bay ternyata hanya sebatas ingin menampilkan kembali konflik besar untuk kemudian ia isi dengan kegemarannya: peluru dan ledakan. Segmented.












Thanks to: rory pinem

0 komentar :

Post a Comment