27 November 2015

Review: Mr. Holmes [2015]


"Get it right, before I die."

Film terbaru dari sutradra dua bagian terakhir Twilight ini pada dasarnya memang menggunakan karakter Sherlock Holmes sebagai jualan utamanya, namun ternyata hal lain yang ia jual disamping itu sedikit berbeda dari tipikal hiburan dengan keterkaitan Sherlock Holmes didalamnya. Masih ada misteri, kamu juga masih bertemu dengan detektif, tapi ketimbang memberikan kamu pertanyaan lalu mulai berputar-putar untuk menemukan jawaban, Mr. Holmes dengan kesederhanaan di posisi terdepan justru berhasil menjadi sebuah drama tentang hidup yang terasa hangat dan manis.

Pada usia 93 tahun, Sherlock Holmes (Ian McKellen) telah pensiun dan memilih hidup merawat lebah di kediamannya yang terletak di tepi laut. Holmes tinggal bersama pembantu bernama Mrs. Munro (Laura Linney) serta seorang remaja bernama Roger (Milo Parke). Roger punya rasa tertarik yang begitu tinggi pada kisah Holmes terutama pada kasus terakhir sebelum Holmes pensiun yang telah ditulis oleh mantan partnernya, Mr. Watson, yang meninggalkan perasaan menjanggal bagi Holmes. Ketika mengajari Roger tentang lebah perlahan Holmes mulai bertarung dengan memorinya yang telah lemah untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi padanya. 



Dengan menggunakan Sir Ian McKellen sebagai pemeran tokoh sentral sudah pasti sulit bagi Bill Condon untuk memberikan segala action gerak cepat ciri khas karakter Sherlock Holmes seperti yang dimainkan oleh Benedict Cumberbatch dan Robert Downey Jr. Menariknya hal tersebut justru tidak pernah membuat penonton mereka lupa bahwa mereka sedang menyaksikan sebuah film tentang seorang detektif yang identik dengan gaya flamboyant itu. Mr. Holmes dengan baik memutar apa yang jadi keunggulan dari sosok Sherlock Holmes kedalam bentuk sebuah drama yang manis dengan ditemani beberapa thrill yang oke. Menyaksikan Holmes dalam versi tua memang tidak memompa adrenalin saya, tapi kesederhanaan yang film ini sajikan membuat saya semakin jatuh cinta pada sosok Sherlock Holmes.



Film ini memiliki tiga buah subplot yang memang harus diakui masing-masing tidak menciptakan “ledakan” yang besar, dan tentu saja punya potensi besar menjadi sumber kekecewaan dari beberapa penonton. Mereka itu seperti setup untuk membentuk misteri Sherlockian tanpa menimbulkan hadirnya intrik yang berlebihan. Tapi walaupun sepintas semua dibuat oleh Condon untuk tampak sederhana dan tenang menariknya Mr. Holmes punya kedalaman atau kompleksitas yang menarik, dan ini yang sukses menjaga semangat penonton sampai akhir. Ini bukan tentang sebuah misteri dan solusi, Mr. Holmes ternyata merupakan sebuah studi karakter dengan misi utama seperti yang saya sebutkan tadi, membuat penonton semakin jatuh hati pada sosok yang telah mereka kenal ini.



Dangkal banget kalau begitu! Ya, memang bisa terkesan dangkal, melihat pria tua yang telah rapuh bertarung dengan rasa asing, tanpa permainan analisis yang rumit dan menyajikan kita seorang Sherlock Holmes yang sedang mengalami problema krisis identitas. Script terampil dalam menyokong misi tersebut, ia seperti sengaja menjadi perpaduan antara mundur ke masa lalu dan melangkah maju ke masa depan bagi Sherlock Holmes. Mr. Holmes bukan hanya tentang Sherlock Holmes, menggunakan kondisi di mana hidup Holmes telah “di ambil” darinya film ini mencoba menggambarkan hubungan antara manusia dan hidup, terutama the problems of aging. Condon cermat dalam menghadirkan hal tersebut, sama seperti cara dia membentuk hubungan antara Holmes dan Roger yang terasa ringan namun tetap mampu menampilkan sensitifitas yang matang.



Mr. Holmes merupakan sebuah studi karakter yang menarik, meskipun konsep yang ia bawa memang tidak akan memuaskan beberapa penonton yang bisa dikatakan masuk kedalam lubang yang salah. Dikendalikan dengan cermat ini berhasil memberikan penonton sudut pandang dari seorang Sherlock Holmes tentang hidup, yang pada akhirnya juga menghasilkan makna yang universal. Sejak awal ia memang tampak di sengaja tapi feel yang mantap membuat penonton bukan cuma stick tapi terus tertarik dengan karakter Sherlock Holmes, dan akhirnya mencintainya lebih dalam lagi. Hidup memang tidak selalu manis, namun seperti berternak lebah pastikan kamu memperoleh madu yang manis di bagian akhir. Segmented. 








0 komentar :

Post a Comment