28 February 2015

Movie Review: Shaun the Sheep Movie (2015)


Ketika melangkah keluar studio seusai menyaksikan film ini saya memperoleh sebuah rasa yang dahulu pernah saya rasakan ketika menyaksikan film-film animasi di pagi hari. Dengan segala kesederhanaan cerita dibantu oleh kekonyolan yang mampu menghasilkan hit menyenangkan film-film animasi tersebut ibarat sebuah teh hangat di pagi hari yang dingin, memberikan tawa yang mampu mengurangi beban pada apa yang telah menanti anda. This one is a happy little pill. Shaun the Sheep Movie: charming and chewy.

Shaun (Justin Fletcher) dan teman-teman dombanya kembali harus melakukan rutinitas mereka setiap hari, merasa cemas dibawah jadwal ketat yang telah disusun oleh pemilik mereka, petani bernama Mr.X (John Sparkes). Suatu ketika Shaun melihat sebuah iklan yang tertera pada bus yang melintas di depan kandang mereka, dan dari sana muncul keinginan Shaun untuk keluar dari aktifitas berulang-ulang yang membuat ia dan teman-temannya bosan dan kesal. Shaun menginginkan hari libur, tapi celakanya rencan yang telah mereka susun untuk dapat “menghindar” sejenak dari Mr.X berakhir menjadi sebuah kekacauan yang lebih besar. 

Dengan sebuah kelicikan Shaun dan teman-temannya berhasil membuat Mr.X tertidur dan kemudian menaruhnya didalam sebuah caravan. Celakanya karena guncangan yang kuat caravan tersebut lepas dan kemudian bergerak dengan cepat dan liar menuruni bukit meninggalkan Mossy Bottom Farm dan menuju Big City. Situasi tersebut sesungguhnya menguntungkan Shaun dan teman-temannya, tapi masalah lain muncul dari para babi yang berhasil terlebih dahulu mencuri kesempatan untuk menguasai rumah. Bukan hanya Shaun yang kesal tapi begitu pula dengan Bitzer yang kemudian ikut melakukan rencana lain yang telah Shaun dan teman-temannya susun, membawa pulang Mr.X dari Big City, kota yang ternyata telah bersiap menyambut mereka dengan masalah lainnya.


Jika anda pernah menyaksikan Shaun the Sheep di televisi maka anda akan tahu bahwa karakter didalam cerita tidak mengeluarkan sepatah katapun, interaksi dilakukan lewat gumaman dan gerutu yang menariknya mampu menggambarkan apa yang terjadi didalam cerita. Sesuatu yang telah menjadi ciri khas Shaun itu yang kemudian dimanfaatkan dengan sangat baik oleh dua sutradara, Richard Starzak dan Mark Burton, dimana mereka berhasil memutar hal yang tampak seperti sebuah disadvantage tadi menjadi senjata utama untuk membuat penonton terus menerus berjalan riang bersama Shaun. Dari konflik utama yang sederhana, kemudian ditemani dengan konflik pendukung yang juga tidak mengganggu konflik utama, narasi sederhana dalam gerak cepat, pada akhirnya ia memang tidak megah tapi Shaun the Sheep Movie berhasil meninggalkan penonton dengan rasa sukacita.

Shaun the Sheep Movie ibarat sebuah boneka yang bukan hanya memiliki penampilan menarik dan lucu tapi juga berhasil memberikan kelembutan yang adiktif ketika anda mencoba menyentuhnya. Ya, charming tapi juga chewy, dari bagaimana anda menyaksikan karakter mondar-mandir tanpa dialog namun tidak pernah kehilangan ketertarikan pada apa yang akan terjadi selanjutnya meskipun konsisten di sajikan berbagai slapstick yang berhasil tampil dengan baik. Hal utama yang menjadi kunci dari kesuksesan film ini adalah kemampuan Richard Starzak dan Mark Burton dalam memanfaatkan momentum didalam narasi sederhana yang mereka miliki, ada banyak ruang yang sengaja diciptakan untuk memperpanjang sinopsis sederhana yang berhasil mereka eksekusi dengan efektif dan praktis. Saya sangat suka dengan kesan praktis yang mereka ciptakan, berani menggunakan cara paling “bodoh” untuk kemudian menghasilkan absurditas yang rapi dan menyenangkan.


Ya, absurd tapi tersusun dengan rapi. Pintar dalam memanfaatkan momentum dan kemudian menghasilkan dinamika cerita yang penuh energi, Shaun the Sheep Movie terus menerus di pompa dengan kuat meskipun disisi lain ia juga tidak pernah gagal ketika mencoba mencairkan ketegangan dengan menggunakan humor klasik dan konyol yang akan mengingatkan anda pada Mr. Bean. Bagaimana caranya anda akan membenci segala materi sederhana dan klasik itu ketika mereka mampu menjadikan bukan hanya cerita dan karater namun anda sebagai penonton untuk terus bersemangat meluncur menuju garis akhir. Ada fokus yang kuat, ada motivasi super sempit yang clear hingga akhir dan berdiri kokoh di pusat, tapi disekelilingnya kita juga akan menemukan momen-momen kecil yang mampu meninggalkan kesan menarik, dari ruang operasi hingga salon kecantikan.

Tapi disamping keberhasilan yang mereka ciptakan di sisi narasi maupun alur cerita salah satu faktor lain yang tidak dapat dilewatkan begitu saja karena juga berhasil memberikan kontribusi yang sama besarnya adalah karakter. Pencapaian yang saya maksud disini bukan pada bagaimana Richard Starzak dan Mark Burton berserta tim dibelakang mereka dalam membentuk karakter secara fisik tapi secara pesona yang mereka tampilkan, hal penting mengingat mereka tidak memiliki jalan untuk membuat penonton terpesona dengan pesan yang mereka bawa lewat perputaran dialog. Hal serupa dengan apa yang terjadi di sector cerita hadir disini, kita punya Shaun dan tim, Mr.X, serta Bitzer sebagai karakter utama yang terus memegang kendali tapi ketika karakter pendukung muncul mereka berhasil menciptakan ledakan tawa yang menyenangkan tanpa harus mengganggu pesona dari karakter utama tadi.


Lantas apa kelemahan Shaun the Sheep Movie? Mungkin ini akan terasa aneh tapi Shaun the Sheep Movie merupakan animasi yang terasa segmented. Ia punya cerita yang sangat mudah dinikmati oleh penonton muda tanpa menghasilkan distraksi bagi penonton dewasa, begitupula dengan lelucon yang walaupun menampilkan absurditas yang gila namun tetap berada di level “sehat” untuk dinikmati oleh semua umur. Tapi masalahnya adalah hal tersebut akan bekerja dengan baik jika sejak awal anda telah klik dan tertarik pada karakter dan cerita, dan jika yang terjadi adalah kondisi sebaliknya maka tidak menutup kemungkinan film ini akan terasa menjengkelkan. Alasannya sederhana karena Shaun the Sheep Movie bukan animasi yang menerapkan sistem dimana karakter dan cerita berkembang seiring berjalannya durasi, ia satu tipe dengan Despicable Me, anda suka Gru, Margo, Edith, Agnes, serta Minions sejak awal dan yang terjadi selanjutnya adalah meluncur hingga akhir.


Overall, Shaun the Sheep Movie adalah film yang memuaskan. Sebuah animasi stop-motion yang bukan hanya memiliki label semua umur sebatas pada rating yang ia peroleh namun juga memiliki materi yang mampu memikat dan membuat penonton di semua golongan umur untuk bergembira bersamanya dalam gerak cepat yang tersusun dengan cermat. Dari masalah sederhana, kemudian mondar-mandir bersama misi sederhana dengan fokus yang kuat, ditemani dengan lelucon dan slapstick yang efektif, gerak dinamis dipenuhi kejutan kecil yang manis, tampil menyenangkan dari awal sampai akhir, tanpa pernah mencoba menjadi sebuah kemasan yang megah Shaun the Sheep Movie berhasil meneruskan baton kesuksesan yang diberikan oleh pendahulunya, The Pirates! In an Adventure with Scientists. Well done Aardman!








3 comments :

  1. hahaha review yang kereen , mau nonton jugaa .. tapi seruan baymax kali yaa .. aku gabisa move on dari lucu nya baymax :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Thanks. :)
      Shaun dan Baymax sama-sama pelukable kok. :D

      Delete
  2. Baru aja selesai nonton film ini.
    Dan saya pun mengalami 'rasa yang dahulu pernah saya rasakan ketika menyaksikan film-film animasi di pagi hari'.
    Perasaan hangat yang menyenangkan.
    Ijin copas ya, sumber dicantumkan.
    Nice review for a good movie ^^

    ReplyDelete